A. Manajemen Sumberdaya Manusia
1. Pembinaan Pengelola dan Karyawan
Awal tahun 95 an, menjamur berdirinya lembaga keuangan berdasarkan syariah. Berupa KSM (kelompok swadaya masyarakat) atau dapat berbentuk pra koperasi yang menawarkan konsep bagi hasil. Bengkulu pun tidak ketinggalan, di tahun 1996 telah berdiri 5 buah lembaga keuangan yang berlandaskan syariah, dikenal dengan nama Baitul Maal Wat Tamwil atau populer dengan nama BMT. Sekarang, jika kita akan mencari lembaga keuangan tersebut yang berdiri sejak tahun 1996, jumlahnya tidak akan mencapai angka di atas.
Menarik untuk dikaji penyebab dari kegagalannya, sebagaimana kita mengkaji mengapa koperasi yang sejak dulu dibantu oleh pemerintah, tetapi hingga saat ini kondisinya tetap berjalan kepayahan. Banyak pembahasan tentang jatuh bangunnya lembaga keuangan yang berjalan berdasarkan konsep syariah. Faktor yang paling utama adalah kelemahan sumberdaya manusia. Pengelola dan karyawan lembaga keuangan syariah banyak yang tidak mempunyai pendidikan di bidang pengelolaan lembaga keuangan. Bahkan ada yang bekerja lintas bidang. Banyak yang hanya bermodalkan semangat dan sedikit pengetahuan tentang BMT. Faktor yang lain adalah kelalaian baik itu disengaja ataupun disengaja yang telah mengelola lembaga keuangan syariah dengan sistem semula bagi hasil, ternyata dalam prakteknya telah berbaur dengan sistem bunga. Akibatnya para nasabah tidak lagi mempercayaainya. Terjadi penarikan besar-besaran. Akhirnya lembaga tersebut mati lemas kekurangan darah. Masih untung jika tidak berurusan dengan kepolisian dengan tuduhan penipuan.
Dipaparkannya pengalaman di atas, bukan untuk mematahkan semangat anda dalam mengelola lembaga keuangan yang berdasarkan syariah. Kenyataan itu adalah tantangan yang harus dihadapi. Banyak lembaga keuangan syariah dalam bentuk BMT yang telah melewati masa krisisnya. Bahkan mereka telah memiliki badan hukum berupa Koperasi. Omset yang dikelola telah mencapai ratusan juta. Mereka telah membangun kesuksesan dengan langkah yang luar biasa.
Sebagaimana lazimnya dalam pendirian usaha, ditahun-tahun pertama merupakan langkah yang penuh dengan perjuangan. Saat ini sedang membangun pondasi usaha, membangun kepercayaan dan kemitraan. Jelas pendapatan belum ada. Adapun tentu tidak memadai. Kondisi yang demikian ini harus difahami dan dimengerti oleh seluruh pengelola dan karyawan. Mereka harus rela untuk sementara waktu menerima gaji yang belum memadai. Gaji manajemen akan meningkat seiring dengan peningkatan pendapatan lembaga (LKMS).
Pekerjaan ini tidak melulu berorientasi pada finansial. Bagi pengelola dan karyawan LKMS, apapun yang kita kerjakan selama masih dalam kerangka syariah akan bernilai ibadah. Kita sedang melakukan pencerahan kepada masyarakat yang notabenenya adalah saudara-saudara kita. Mereka dalam kondisi yang “fakir” dan tertindas (mustad’afin). Tertindas oleh kemiskinan dan keterbatasan. Kita akan punya andil yang besar dalam melakukan perubahan.
Jika usaha mulai menampakkan hasil, sisihkan pendapatan dari bagi hasil untuk pembinaan pengelola dan karyawan. Hal ini merupakan investasi jangka panjang yang perlu mendapat perhatian khusus. Keberhasilan usaha LKMS tidak akan terlepas dari pengetahuan dan keterampilan pengelola. Untuk itu, manajemen yang terdiri dari pengelola dan karyawan sebaiknya tidak berubah. Ingat pengalaman adalah investasi yang mahal harganya! Penggantian manajemen mengharuskan memulai dari awal. Strategi dan kebijakan yang diambil tetunya akan berubah. Sering terjadi program yang telah dijalankan diganti dengan program baru. Belum sempat program itu menunjukkan hasil yang optimal, diganti dengan program baru lagi. Begitu seterusnya seperti laba-laba yang membuat sarang di rumah. Tidak pernah kokoh. Oleh karena itu perubahan manajemen sebaiknya bersifat rotasi.
2. Mitra Pembiayaan
Ada pemeo lama yang sudah jarang kita dengar. Jika kamu akan mengikat ayam ikatlah kakinya, dia tidak akan berlari. Jika kamu akan mengikat kerbau, ikatlah hidungnya, dia akan menuruti perintahmu, Jika kamu akan mengikat manusia, ikatlah hatinya, dia akan setia denganmu. Mengikat hati manusia ternyata bukan pekerjaan yang mudah. Kenyataan yang sering terjadi, dia tidak dapat diikat dengan ikatan darah, ikatan suku, ikatan kebangsaan dan ikatan agama. Ikatan itu semuanya runtuh oleh ikatan kepentingan. Hati itu beraneka warna. Pengikatnyapun akan berbeda-beda. Untuk yang ini anda lebih tahu!
Peminjam merupakan mitra usaha. Tanpa mereka usaha simpan pinjam tidak akan berjalan. Kesan inferior mereka perlu dihilangkan. Kata-kata peminjam seolah menunjukkan ketidakberdayaan, kelemahan dan kemiskinan. Biasanya orang yang meminjam uang adalah orang yang didesak oleh kebutuhan hidupnya (beda dengan kreditor bank). Padahal mereka bisa jadi lebih kaya, lebih cerdas, lebih wirausaha dibanding kita. Merekalah yang memberikan pendapatan kita, melalui bagi hasil keuntungan yang diperoleh. Istilah yang tepat bagi mereka adalah mitra pembiayaan. Mitra LKMS dalam melakukan pembiayaan.
Dari awal, harus dibangun suasana kemitraan ini. Mitra pembiayaan merupakan saudara dalam satu sistem yang kita kelola. Jika mereka menemui kesulitan manajerial dalam pengelolaan usahanya sebaiknya pengelola LKMS tidak segan-segan membantu mendampingi dan memfasilitasi.
Menurut Ummer Chapra, roda ekonomi yang akan sukses adalah bukan roda ekonomi yang bebas dari etika moral. Ekonomi tetap harus bermuatan etika. Hal ini perlu dibina dan ditekankan kepada mitra pembiayaan. Bekerja dan berusaha adalah ibadah. Ibadah adalah bagian dari hidup. Agama apapun akan menyepakatinya. Karma baik akan dibalas dengan kebaikan pula. Untuk membentuk suasana ini perlu adanya silaturrahmi dan pengajian ilmu keagamaan terhadap para mitra pembiayaan. Keyakinan bahwa hutang merupakan kewajiban yang harus dibayar. Mereka bekerja berproduksi, adalah amanah, uang yang dipergunakan merupakan amanah dari para nasabah LKMS.
B. Sistem Pengendalian Pembiayaan (Kredit)
Pengendalian pembiayaan merupakan bagian yang tersulit dalam aplikasi kredit bagi hasil. LKMS harus yakin bahwa usaha yang akan dibiayai akan mendatangkan keuntungan. Berhasil atau gagalnya operasional LKMS ditentukan pada bagian ini. Apabila kemitraan antara LKMS dengan para nasabah atau anggotanya telah terjalin dengan baik, kesamaan visi telah terbangun, LKMS tidak akan mengalami kesulitan dalam menjalankan usahanya. Dibawah ini akan diuraikan beberapa hal yang harus mendapat perhatian dalam rangka mengontrol mitra pembiayaan terhadap kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam usahanya.
1. Proses Seleksi Pembiayaan
Seleksi merupakan tahap awal. Hendaknya usulan usaha dari mitra pembiayaan telah dituangkan ke dalam bentuk proposal, sehingga memudahkan untuk menganalisisnya. LKMS harus memilih usaha yang dapat mendatangkan keuntungan dengan resiko yang kecil. Hal-hal yang bersifat fiktif harus dihindari. Jika kasus ini ditemui berarti telah menunjukkan karakter yang tidak baik dari calon mitra pembiayaan. Pengecekan ke lokasi usaha harus dilakukan. Penilaian jangan terpengaruh dengan perolehan untung yang besar dengan waktu yang relatif singkat.
Calon mitra pembiayaan sebaiknya telah menjadi anggota LKMS, paling tidak telah memanfaatkan produk tabungan yang ditawarkan LKMS dalam jangka waktu tertentu. Biasanya lamanya menjadi penabung 3 bulan. Dalam kurun waktu ini dapat diketahui bagaimana karakter pribadi maupun usahanya. Sehingga dapat menjadi bahan penilaian tambahan terhadap calon mitra pembiayaan. Berdasarkan pengalaman, orang yang memiliki status sosial dipandang sebagai orang baik oleh masyarakat belum tentu kredibel dalam menjalankan usahanya. Jadi seleksi harus dilakukan secara ketat, karena ini merupakan amanah. Sekali lagi uang yang digunakan dalam pembiayaan ini adalah uang titipan.
2. Jaminan (seseorang penjamin)
Jaminan secara syariah diperbolehkan, asalkan tidak memberatkan calon mitra pembiayaan. Jaminan ini dapat berupa rekomendasi dari seorang penjamin. Penjamin ini harus bertanggung jawab apabila terjadi penunggakan pembayaran angsuran. Jaminan dalam bentuk barang sebaiknya diberlakukan untuk pembiayaan yang jumlahnya besar. Ketentuan ini berdasarkan kesanggupan LKMS menanggung resiko.
3. Tanggung renteng dalam Kelompok Usaha
Secara tidak langsung sebenarnya pola bagi hasil ini telah menerapkan sistem tanggung renteng. Kegagalan seorang mitra pembiayaan dalam usahanya baik disengaja maupun tidak disengaja akan dirasakan akibatnya oleh seluruh anggota LKMS. Jika mitra pembiayaan mengalami kerugian, sehingga tidak dapat memberikan bagi hasil, maka LKMS tidak memperoleh pendapatan usaha. Akibatnya para penabung juga tidak mendapatkan bagi hasil. Resiko semacam ini tidak akan terjadi pada bank konvensional yang menerapkan bunga.
Penerapan di lapangan, pemberian agunan fisik akan menyulitkan mitra pembiayaan. Maka perlu dibentuk sistem pengontrol jika terjadi tunggakan. Oleh karena itu disarankan kepada mitra pembiayaan untuk membentuk kelompok. Jumlah anggota berkisar 3 sampai 5 orang. Anggota ditentukan oleh mereka sendiri yaitu orang yang menurut mereka dapat dipercaya.
Tanggung renteng dalam kelompok ini diterapkan untuk mengatur agar pengembalian pembiayaan tidak mengalami tunggakan. Penunggakan pembayaran oleh salah seorang anggota kelompok maka anggota yang lain harus menutupi tunggakan tersebut. Jika di akhir masa pembayaran angsuran masih terdapat tunggakan maka kelompok tersebut tidak dapat mengajukan pembiayaan berikutnya sebelum pengembalian angsuran pembiayaan lunas. Apabila tunggakan tersebut diakibatkan oleh bencana, seperti serangan hama, kebakaran, banjir dan lain sebagainya, sehingga LKMS dapat mengambil kebijaksanaan. Tindakan menangguhkan pembayaran hutang bukan hal yang salah.
4. Laporan Keuangan Periodik
Salah satu kelemahan dari sistem bagi hasil ini adalah harus diadakannya penghitungan laba rugi secara periodik bagi usaha yang dilakukan oleh mitra pembiayaan. Sementara itu banyak anggota yang tidak mengerti akan laporan keuangan tersebut. Diperlukan kerja ekstra bagi LKMS untuk membantu menghitung rugi laba tersebut. Laporan keuangan ini tidak harus menggunakan bentuk baku. Biasanya usaha skala kecil tidak pernah melakukan pencatatan pembelian dan penjualan barang. Akan tetapi dia mengerti atau dapat menghitung keuntungan yang dia peroleh dalam periode tertentu. Dengan demikian dapat ditanyakan langsung berapa keuntungan yang diperoleh pada periode tersebut. Informasi keuntungan ini dapat dipergunakan sebagai acuan untuk mengontrol pencatatan berikutnya. Jika terjadi kenaikan atau penurunan dari keuntungan rata-rata maka dapat di ketahui penyebabnya.
Manfaat lain dari kegiatan ini adalah dapat semakin mempererat hubungan antara LKMS dan mitra pembiayaan melalui kunjungan secara periodik. Temuan adanya penurunan keuntungan yang didapat merupakan masalah bagi mitra, pada saat ini LKMS dapat membantu memberikan pemecahan masalah tersebut.
C. Metode Penghitungan Bagi Hasil
Dibanding dengan sistem bunga perhitungan bagi hasil sedikit lebih rumit. Pengembalian pinjaman berdasarkan angsuran pokok ditambah dengan bunga yang dihitung dari persentase jumlah pinjaman. Sedangkan sistem bagi hasil adalah angsuran pokok pinjaman ditambah dengan bagi hasil. Yaitu proporsi bagi hasil yang diberikan kepada pemberi pinjaman (LKMS).
Proporsi bagi hasil tidak ada ketetapan yang baku, besarnya berdasarkan kesepakatan yang berlandaskan pada prinsip suka sama suka. Ada beberapa acuan yang sering digunakan oleh Bank Islam ataupun lembaga keuangan yang menggunakan sistem syariah:
No. |
Jenis Akad |
Proporsi Bagi hasil
antara Penyedia dana dan Peminjam |
1. |
Musyarokah |
70
: 30 |
2. |
Mudhorobah |
50
: 50 |
3. |
Bai
Bithaman Ajil |
mark
up harga barang dengan berdasarkan kesepakatan |
4. |
Bai
Al Murobahah |
mark
up harga barang dengan berdasarkan kesepakatan |
5. |
Bai
As Salam |
mark
up harga barang dengan berdasarkan kesepakatan |
Komentar
Posting Komentar